KESERIUSAN DAN PELUANG FIGUR DI PUSARAN ISU MENUJU PILKADA OKU 2024

( Bagian 2 )

Oleh : Asadi Muhamadiah,SH
Wartawan Harian Umum Suara Nusantara.

Menelisik realita berdampingan dengan isu yang terus berhembus kencang di masyakat saat ini, keseriusan Mardjito melakukan loby – loby partai berikut berpasanganya dengan siapa, lalu setatus sebagai Balon Bupati atau Balon Wakil Bupati, tentu akan terjawab pada detik terahir masa pendaftaran pasangan calon yang akan berlangsung di KPU OKU 27 -29 Agustus nanti.

Namun paling tidak saat ini Mardjito sudah meyakinkan publik menggunakan “langkah tegap” memerintahkan timnya untuk terus berbuat mendongkrak elektabilitas, sekaligus berupaya memperluas dukungan koalisi mendaftar sebagai bakal calon Bupati pada penjaringan yang dilakukan Parpol sepekan terahir.

Matdjito diyakini terus berupaya dengan membangun kekuatan politik diluar Gerindra yakni PKB 3 kursi, PPP 3 kursi dan PDIP 2 kursi, lalu kemungkinan Golkar (belum mendaftar) 2 kursi dengan jumlah seluruhnya10 kursi dewan.

Prediksi ini sebagai upaya kecukupan dukungan Parpol untuk bertarung di Pilkada sesuai sarat”perahu” sebagai antisipasi jika kemungkinan terburuk partai Gerindra hanya mengeluarkan rekomendasi untuk Mardjito sebatas balon wakil Bupati. Sisi lain dia bercita cita untuk berkompetisi sebagai balon Bupati bukan balon wakil bupati.

Sukur sukur Gerindra yang punya 4 kursi dewan memberi restu Mardjito di usung partainya sebagai calon Bupati,hingga dukungan parlemen menjadi 14 kursi.
Langkah pendekatan Mardjito yang sudah mendaftar pada penjaringan di sejumlah parpol sedikit mulai terbaca ,memperkuat prediksi jika kelak dirinya benar benar sebagai balon Bupati.

Sepertinya Parpol yang akan jadi pengusung sudah punya kesepakatan dengan Pj Bupati OKU Teddy Meilwansyah untuk mendorong Jito sebagai bagian dari komitmen menggandeng isterinya Zwesti karenia yang di ” figurkan” selaku tokoh wanita untuk dijadikan Balon Wakil Bupati.

Sesuai Isu yang berhembus, sosok ini memang masih sangat dirahasiakan,tapi nanti muncul dengan tiba tiba mendekati deklarasi pasangan calon sekitar awal bulan juli begitu semua rekomendasi parpol sudah ditangan.

Sebagai gambaran saja,wanita yang di ” figurkan” bakal berpasangan dengan Mardjito sebagai balon wakil Bupati ini,dalam hitungan dianggap bisa memperkuat tingkat elektoral Marjito, dengan menjual nama sang ayah sekaligus hasil ” Cawe cawe” belusukan Teddy selama jadi Penjabat Bupati OKU sampai finish 23 juni nanti.

Dengan peran serta Mardjito mendaftar dalam sesi penjaringan Bakal Calon di sejumlah Parpol,baru saja terdapat dua figur putra daerah yang punya keseriusan mendaftar sebagai Balon Bupati.

Yudi Purna Nugraha penguasa Partai PAN OKU yang mendaftar di Partai Demokrat,Perindo,PDIP,serta Nasdem dan Mardjito bahri yang sudah mendaftar sebagai Balon Bupati di partai PPP, PDIP dan pendekatan dengan PKB serta partainya sendiri Gerindra.

Mendaftar sebagai bakal calon di Partai politik ini memang bukan jadi keharusan apalagi jadi penentu bisa tidaknya calon mendapat rekomendasi parpol menuju kompetisi, tapi paling tidak merupakan bagian dari keseriusan calon dalam proses yang benar, sekaligus penghargaan moral pada parpol di tingkat bawah.

Jika saja calon tidak ikut penjaringan,bisa jadi di ” Cap” sebagai tindakan ” Pongah” dan patut di pertanyakan kepemimpinanya nanti andai jadi pemenang Pilkada.

Alasan kenapa pentingnya mendaftar pada penjaringan parpol, selain menjalani tahapan yang berproses, para anggota dewan yang ada di parpol inilah nanti bakal jadi bagian pejuang kemenangan pada pertarungan Pilkada.

Semua kemungkinan sudah lumrah terjadi,” Rekomendasi” parpol untuk mengusung calon ditebus seperti mudahnya beli kangkung di pasar loak dengan harga kursi berukiran emas
(yang penting siap duit) pada ahirnya persetujuan pimpinan Parpol di tingkat Daerah/ atau Cabang masih dibutuhkan juga untuk tanda tangan.

Proses penolakan rekomendasi pengurus partai pusat dua kali terjadi dengan alm Kuryana aziz pada Pilkada berbeda di OKU,hingga dampaknya tidak ada dukungan dewan sedikitpun dari Parpol bersangkutan.

Kedua kasus ini terjadi akibat “kong kalinglong” loby Bakal calon mengandalkan “Kelihayan” di tingkat pusat.

Modus ini bisa saja di tempuh tapi menentang resiko berat dengan penolakan pada arus bawah yang menurunkan elektabilitas calon sekaligus menurunkan kepercayaan Rakyat.(bersambung ke bag 3)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *