PREMAN BUBARKAN AKSI TOLAK KENAIKAN TARIF PDAM DI OKU, PUBLIK PERTANYAKAN PERAN APARAT

BATURAJA, CAHAYAPENANEWS.COM– Pembubaran paksa aksi mimbar bebas yang digelar Front Perlawanan Rakyat (FPR) bersama Koalisi Parlemen Jalanan di depan Gedung DPRD OKU, Senin (15/9/2025), menuai kecaman luas. Aksi menolak kenaikan tarif PDAM ini dibubarkan oleh sekelompok orang yang diduga kuat merupakan centeng Bupati.

Kenny, salah satu eksponen ’98, menyesalkan tindakan represif tersebut sekaligus mempertanyakan peran aparat keamanan. Menurutnya, polisi seharusnya hadir untuk menjamin kebebasan berpendapat, bukan membiarkan aksi masyarakat dibubarkan secara premanis.

“Ke mana peran dan fungsi aparat kepolisian? Seharusnya ini tidak perlu terjadi,” tegas Kenny saat dihubungi awak media.

Ia menilai, praktik pembubaran paksa dengan gaya premanisme sudah ketinggalan zaman dan hanya memperlihatkan lemahnya penegakan hukum. “Masyarakat hanya menyampaikan aspirasi terkait penolakan kenaikan tarif PDAM. Bupati dan DPRD OKU seharusnya menerima sebagai masukan, bukan malah membiarkan pembungkaman suara rakyat,” lanjutnya.

Kenny mendesak Kapolda Sumsel untuk segera mengevaluasi kinerja Polres OKU serta menindak tegas para pelaku premanisme, termasuk aktor intelektual yang diduga menggerakkan aksi pembubaran tersebut.

“Kalau dibiarkan, ini preseden buruk bagi demokrasi di OKU. Aspirasi rakyat harusnya dihargai, bukan diberangus,” pungkasnya.

Kenny Salah Satu Aktivis 98

Hal senada disampaikan salah satu aktivis 98, Tumpal Simaremare, dia mengecam tindakan intimidasi dan rasisme terhadap para aktivis yang menyuarakan protes terhadap isu yang dibawa. Lebih lebih menyenggol soal SARA. Dia menyebut bahwa peristiwa tersebut mencederai demokrasi.

“Mereka menyampaikan aspirasi yang dilindungi undang-undang. Apa yang disuarakan adalah hal wajar, karena menolak kenaikan tarif PDAM yang membebani rakyat kecil,” tegas Tumpal, Senin malam (15/9).

Menurutnya, pembungkaman suara rakyat lewat intimidasi dan rasisme adalah bentuk nyata kemunduran demokrasi. “Kalau praktik ini dibiarkan, akan banyak kebijakan yang lahir tidak sesuai dengan kondisi masyarakat, apalagi di tengah daya beli yang menurun,” ujarnya.

Tumpal menilai, aparat keamanan seharusnya bersikap netral dan hadir untuk melindungi masyarakat yang sedang menyalurkan aspirasi secara sah. Bukan malah membiarkan adanya tekanan dari pihak luar. Ia juga menyoroti adanya pola penggunaan kelompok sipil untuk membungkam suara rakyat.

“Pemakaian premanisme tidaklah baik bagi perkembangan demokrasi di seluruh Indonesia. Ini berbahaya kalau menjadi pola,” jelasnya.

Lebih jauh, Tumpal mengingatkan bahwa air bersih adalah kebutuhan mendasar yang wajib dijamin oleh Negara. “Pesan saya, air bersih harus bisa diakses seluruh masyarakat OKU. Pemerintah punya tanggung jawab penuh dalam penyediaannya,” katanya.

Mengenai langkah hukum, ia mendorong agar FPR membawa kasus ini ke DPRD sebagai representasi rakyat. “Itu jalur yang diatur undang-undang. Jangan berhenti di permukaan, tapi harus diproses secara kelembagaan,” tambahnya.

Tumpal juga menilai, jika benar pelaku pembubaran adalah centeng bupati, hal itu dapat merusak legitimasi kepemimpinan kepala daerah.

“Dari perspektif gerakan 98, kita selalu percaya rakyat bersatu tak bisa dikalahkan. Dan ini bisa menjadi alarm bahwa ruang demokrasi kita mulai menyempit lagi,” tandasnya.

Menutup pernyataannya, ia berharap pemerintah pusat maupun aparat penegak hukum menindak tegas praktik penghalangan kebebasan berpendapat.
“Harapan saya, aspirasi kawan-kawan FPR didengarkan dan difasilitasi lewat dialog, bukan dibungkam dengan cara-cara intimidatif,” pungkasnya.

Sebelumnya, aksi FPR yang dimulai pukul 10.30 WIB berjalan damai dengan pembacaan petisi penolakan kenaikan tarif PDAM. Namun, suasana berubah saat sekelompok orang mendekat dan memaksa massa menghentikan aksi. Polisi yang berada di lokasi hanya berdiam diri tanpa mengambil tindakan tegas.

Sementara itu, koordinator aksi Zikrullah menyebut, pembubaran ini sebagai bentuk premanisme. “Kami diintimidasi. Ini jelas pelanggaran hak rakyat. Kami akan menempuh langkah hukum,” ujarnya. (yop)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *